Rabu, 07 Mei 2014

Jadi, boleh dilawan???

Saya tidak mengerti, kenapa kita diperkenalkan tokoh-tokoh sastrawan dan semangat membara mereka untuk melawan pemerintahan yang tidak pro-rakyat? Lha kenapa kita mesti tahu kalau para sastrawan itu berani mati berkarya menyuarakan ketidakadilan? Membakar semangat sekawan agar mau melawan. Ahhhh… saya benar-benar tidak mengerti. Jika pada akhirnya setelah kita mengenal para sastrawan ini, lalu kemudian tergerak untuk berani menyuarakan, tapi kemudian justru dibungkam.. 
Lawan.. Lawan.. Lawan gundulmu.. Siapa yang mau dilawan? Mereka? Mereka yang memperkenalkanmu pada kami? Bisa dilawan? Boleh dilawan? Sekali bilang langsung dibungkam. Sekali dipandang langsung menantang. Sekali kami menyuarakan ketidakadilan, maka dipersulitlah segala urusan..

Jumat, 02 Mei 2014

Jodoh

Lahir sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara membuat saya merasa beruntung. Saya beruntung karna memiliki kakak perempuan dan kakak laki-laki. Saya beruntung karena saya bisa banyak belajar dari mereka berdua. Sebagai adik terakhir yang manja, saya dekat dengan kedua kakak saya. Hampir setiap hari saya menghabiskan waktu dengan bermain atau menonton tivi dengan kakak laki-laki saya karena kakak perempuan saya tinggal bersama nenek. Meski jarang bertemu, saat remaja hingga dewasa kami menjadi semakin akrab. Maklum saja, dua remaja yang beranjak dewasa. Banyak hal-hal baru yang kami perbincangkan. Banyak hal baru yang kami pelajari lalu diskusikan. Salah satunya adalah masalah jodoh atau percintaan. Saya dan kakak perempuan saya sama dalam banyak hal, terutama dalam hal pemikiran. Pernah suatu kali kami membicarakan masalah pernikahan. Diawali dengan menginggat cerita rumahtangga beberapa  orang, saudara, teman, dan bahkan orangtua kami sendiri. Dari cerita rumahtangga mereka, semua penuh dengan perjuangan, dan tanggisan. Kami sama-sama tahu bahwa pada setiap kebahagiaan akan selalu ada celah bagi kesedihan untuk masuk di antaranya, seindah-indahnya suatu pernikahan pastilah ada celah bagi kesedihan untuk masuk di dalamnya. Oleh sebab itu, kami berkomitmen untuk memilih suami yang tepat, suami yang tepat bagi kami adalah suami yang benar-benar kami cintai dengan tulus. Karena kami percaya, saat kami benar-benar mencintai pasangan kami maka kami akan bertahan sekuat tenaga dalam hubungan tersebut. Apapun yang dilakukan suami nantinya, jika cinta pastilah kami mampu memaafkan. Begitu pikir kami..
Sekarang kakak peempuan saya sudah menemukan jodohnya, saya turut berbahagia. Semoga lelaki ini adalah lelaki yang mampu membuat kakak saya bertahan menghadapi segala cobaan yang ada di depannya. J aminnn 


Kamis, 01 Mei 2014

Sendirian


Kemudian saya sadar, bahwa hidup adalah sebuah perjalanan panjang. Perjalanan sendirian. Kita lahir seorang diri, maka mati pun seorang diri. Lalu kenapa mesti takut menjalani hidup sendiri? Iyah, saya memang sedang ketakutan. Saya takut karena ketika saya tersadar, saya mendapati diri saya seorang diri, tanpa orangtua, teman, ataupun orang terkasih. Yah, saya takut ternyata saya tidak bisa selamanya bergantung pada orangtua, pada keluarga, pada orang-orang di sekitar. Kini, tiba saatnya bagi saya untuk mengemban tanggungjawab, setidaknya tanggungjawab terhadap diri sendiri. Kini tiba bagi saya untuk mengatur segalanya sendiri. Menyelesaikan masalah sendiri, menyusun masa depan seorang diri. Saya yakin segalanya akan baik-baik saja, saya hanya belum terbiasa. Itu saja…

Jumat, 14 Maret 2014

Jatuh Cinta pada Aksara

Butuh waktu panjang untuk tau apa yang benar-benar kita inginkan. Apa yang benar-benar mampu membuat kita merasa nyaman dan bertahan. Seperti saat kita memilih baju atau sepatu. Kita akan mencoba banyak pilihan, menimbang-nimbang mana yang lebih nyaman. Tidak asal pilih, tidak asal beli. Sampai pada akhirnya kita menentukan yang kita inginkan. Begitu juga dengan saya sekarang. Saya mencoba banyak kegiatan. Mencari salah-satu kegiatan yang sekiranya mampu membuat nyaman. Saya yang dulunya sangat malas membaca, tidak pernah terpikir untuk menyukai sastra, dan dunia tulis menulis. Namun setelah tidak sengaja keadaan membawa saya masuk ke dunia sastra ini. Saya telah benar-benar dibuat jatuh cinta, pada indah aksara.

Jumat, 20 Desember 2013

Jangan Berhenti Menulis!

Menulis tentulah kegiatan yang sangat menyenangkan. Banyak manfaat yang kita dapat dari menulis. Selain sebagai sarana menuangkan ide, seperti halnya dengan foto, menulis juga dapat merekam moment. Menulis mampu merekam moment yang ada saat ini dan membantu kita untuk merefleksi diri di kemudian hari. Banyak dari kita yang memilih menulis sebagai hoby, namun tidak sedikit juga yang menjadikan menulis sebagai profesi.
Bagi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia menulis tidak bisa dijadikan pilihan tapi suatu keharusan. Pada jurusan ini terdapat mata kuliah menulis yang menjadikan menulis sebagai tugas utamanya. Terdapat dua mata kuliah menulis, yaitu menulis satu dan menulis dua. Menulis satu menuntun kita untuk mengenal dasar-dasar menulis dan macam-macam paragraf. Di mata kuliah menulis satu ini kita belajar menulis paragraf yang baik dan enak dibaca, sesuai dengan jenisnya. Pada mata kuliah selanjutnya, yaitu menulis dua, kita mulai belajar menulis satu tingkat di atas paragraf yakni menulis wacana.
Menulis merupakan kegiatan yang sangat dekat dengan kita. Tanpa kita sadari sedikit banyak, kita tidak dapat terhindar dari aktivitas ini. Setiap hari kita menulis walau dengan konteks yang berbeda-beda. Karena itu menulis sepertinya suatu kegiatan yang mudah. Namun apa benar demikian?
Menulis memanglah suatu kegiatan yang mudah. Kita tinggal menuangkan apa yang ada dalam pikiran kita ke dalam bentuk tulisan. Namun berbeda halnya saat menulis untuk dinilai. Menulis tetap menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan namun tidak lagi mudah (Bagi saya). Ada banyak hal yang harus kita perhatikan dalam tulisan kita, mulai dari ide pokok tulisan, keteraturan, pemilihan kata, pengunaan bahasa, sampai dengan ejaan harus diperhatikan dengan baik.
Bisa karena terbiasa. Agar tulisan kita baik dan enak dibaca, yang perlu kita lakukan adalah membiasakan diri menulis. Semakin sering kita menulis, maka semakin matang tulisan kita. Ejaan juga memengaruhi tulisan kita agar enak dibaca, untuk itu sesekali perlulah kita membuka EYD agar tulisan kita lebih matang lagi. Buat tulisan kita mengalir seperti aliran sungai yang tenang, jangan seperti ombak pantai yang terus meledak-ledak.
Berkali-kali saya menulis, berkali-kali pula saya mendapat koreksi dari dosen saya. Suatu ketika saya merasa lelah menulis, beranggapan bahwa saya tidak bisa menulis. Namun buru-buru saya tepis anggapan saya. Tidak ada koreksi yang tidak bertujuan untuk kebaikan. Mungkin bukan tidak bisa, namun harus lebih terbiasa.
Banyak juga dari kita yang merasa tulisannya tidak bagus. Itu salah, karena tidak ada tulisan yang tidak bagus, yang ada hanya tulisan yang belum jadi. Sehingga perlu penyempurnaan lagi. Untuk itu teruslah menulis, jangan pernah berhenti menulis!
Mari terus menulis!


*Tulisan ini dibuat untuk menyemangati diri sendiri. Hidup mata kuliah Menulis! :D

Kamis, 19 Desember 2013

Mari Bicara Kematian

Malam ini, mari kita bicara mengenai kematian. Bukan sesuatu yang menyeramkan dan harus dihindari bukan? Kematian itu sesuatu yang pasti datang, namun tidak dapat dipastikan kapan datangannya. Sebulan ini, saya sedang berduka. Duka kehilangan dua guru terbaik saya. Beberapa minggu yang lalu, saya mendapat kabar lewat sms dan whatApps dari teman-teman saya. Mereka memberitai mengenai kepulangan salah satu guru terbaik kami. Beberapa hari sebelum kabar ini datang, saya juga mendapat kabar kalau beliau sedang dioperasi dan harus dirawat di rumah sakit. Saya sendiri tidak tahu pasti apa penyakitnya. Beliau adalah guru olahraga di yayasan tempat saya menuntut ilmu. Berperawakan besar dengan perut buncit. Rambut beliau selalu dicukur bersih, namun dibiarkannya kumis tumbuh tipis. Beliau murah senyum dan doyan tertawa. Selera humor beliau tinggi. Jarang sekali beliau terlihat serius, meski dalam situasi sekrodit apapun. Tapi masalah selalu mampu diatasi. Beliau selalu mampu menyelesaikan masalah dengan tenang, namun penuh pertimbangan. Beliau adalah satu-satunya guru yang paling dekat dengan santrinya, setidaknya begitu menurut saya. Beliau biasa menghabiskan waktu bersama para santri di sekolahan, jandom, makan bareng seadanya, dan tidur bareng di sekolah. Sebelum tidur beliau biasa bercerita panjang lebar, mendiskusikan banyak hal, dan menanyakan perkembangan tiap santrinya. Begitulah beliau, sangat peduli terhadap santri-santrinya. Setiap perkembangan santrinya pasti beliau tahu. Yang mulai nakal akan beliau tegur dengan sindiran-sindiran dan candaan. Bahkan yang sudah menjadi alumni pun tidak luput dari perhatian beliau. Beliau adalah guru yang luar biasa menurut saya. Sederhana dan  tidak sok ngiyai. Itu pendapat saya mengenai beliau, untuk segala catatan kelam sebelum saya mengenal beliau, saya tidak tahu dan tidak mau tahu. Itu sebabnya, saat mendengar berita kepergiaan beliau, saya gemetar. Tidak percaya dan ketakutan. Saya takut memikirkan nasib sekolah saya. Walau beliau bukan pimpinan, tapi segala yang beliau lakukan lebih dari tugasnya. Saya juga takut memikirkan nasib adik-adik saya di sana, siapa lagi yang akan mengawasi dan menegur mereka? Siapa yang akan memberi masukan tiap kali ada anak yang kebinggungan. Biasanya kita semua rajin minta pendapat beliau. Lalu bagaimana dengan nasib para alumni tanpa beliau. Saya hanya mampu mendoakan, semoga bapak mendapat tempat yang terbaik dan segala yang terbaik bagi keluarga yang ditinggalkan. 
Selanjutnya, rabu siang saat kuliah menulis II. Kembali sebuah kabar duka bertandang. Salah satu dosen dan ketua jurusan terbaik berpulang. Saya mungkin tidak cukup mengenal beliau. Hanya beberapa kali mendapat mata kuliah yang beliau ajarkan. Tapi itu cukup untuk membuat saya yakin bahwa beliau dosen dan ketua jurusan yang baik. Saya juga sudah sering mendengar cerita mengenai kebaikan beliau dari kakak-kakak tingkat. Belakangan saya semakin yakin bahwa beliau adalah ketua jurusan terbaik. Ini saya lihat dari beberapa status facebook mahasiswa dan dosen. Masing-masing mengenang moment bersama beliau, masing-masing mengungkapkan betapa mereka kehilangan sosok beliau. Beliau yang dinilai bertanggungjawab, hangat, ramah, dan sederhana. Bahkan ada salah satu status dosen yang terus membuat saya menangis jika mengingatnya. Dosen tersebut mengungkapkan bahwa alm. mengajak untuk bekerja lebih giat dalam akreditasi jurusan karena mengasihani nasib mahasiswa nantinya saat sudah lulus, agar ijazah mahasiswa lebih dinilai di dunia kerja. Sungguh, ungkapan ini terus membuat saya bergetar dan meneteskan air mata haru. Betapa dalam keadaannya yang sedemikian beliau masih memikirkan nasib kita, anak didiknya. Jarang saya temui pendidik seperti beliau. Zaman telah banyak merubah tujuan. Tuntutan hidup telah mendesak para pendidik, untuk lebih berfokus pada kepentingan pribadi daripada tugas mencetak anak didik berkualitas.
Yaa, setiap yang hidup pasti akan kembali. Hanya masalah waktu, hanya tinggal menunggu giliran. Kadang kita hidup tanpa menyadari keberadaan “kematian”. Kita tertawa, bersenang-senang, jatuh cinta, sibuk kerja, sibuk mengurusi urusan duniawi. Kita gak sadar kalo giliran kita bisa datang kapan saja. Dan saat itu tiba, saat raga kita kembali ke tanah maka tidak ada lagi yang tersisa. Hanya kenangan. Akan seperti apa nantinya kita dikenang, akan seperti apa nama kita disebutkan, apa yang mampu kita tinggalkan? Badan ini dipinjamkan. Setiap tarikan napas, adalah satu tarikan napas lagi mendekati kematian. Kita harus membuat lebih banyak karya, lebih banyak memanfaatkan hidup, lebih banyak mengambil kesempatan. Hidup ini cuman sekali. Akan sangat sayang untuk kita buang begitu aja. Kita gak mau kan, nantinya hanya jadi sebatang nisan usang. Yang awalnya ditanggisi dan banyak dikunjunggi, lalu kemudian semakin jarang, semakin jarang, sampai pada akhirnya dilupakan…

Rabu, 18 Desember 2013

Perihal waktu

Ada resah yang memisah
Ada sesak dibalik rasa

Waktu
Berubahlah cepat-cepat
Aku tak inginkan drama ini terlalu lama menggangu otakku

Waktu bergegaslah
Bawa aku ke ruang yang  tak lagi sama
Aku stuck, tak bergerak
Kediamanku ini membuatku kosong

Gerak peristaltic ini menyisahkan lelah
 yang kian lama kian mendera

Duhai  waktu,
Tak kau rasakah pemberontakkanku ini
Kenapa kau diam saja,
Duhai waktu..
Bunuh waktuku sekarang dan hidupkan kembali saat mentari telah menyapa